Minggu, 25 September 2011

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP EKSISTENSI KEBUDAYAAN DAERAH


BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan. Globalisasi menciptakan berbagai tantangan dan permasalahan baru yang harus dijawab, dipecahkan dalam upaya memanfaatkan globalisasi untuk kepentingan kehidupan. Globalisasi sendiri merupakan sebuah istilah yang muncul sekitar dua puluh tahun yang lalu, dan mulai begitu populer sebagai ideologi baru sekitar lima atau sepuluh tahun terakhir. Sebagai istilah, globalisasi begitu mudah diterima atau dikenal masyarakat seluruh dunia. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Globalisasi sering diperbincangkan oleh banyak orang, mulai dari para pakar ekonomi, sampai penjual iklan. Dalam kata globalisasi tersebut mengandung suatu pengetian akan hilangnya satu situasi dimana berbagai pergerakan barang dan jasa antar negara diseluruh dunia dapat bergerak bebas dan terbuka dalam perdagangan. Dan dengan terbukanya satu negara terhadap negara lain, yang masuk bukan hanya barang dan jasa, tetapi juga teknologi, pola konsumsi, pendidikan, nilai budaya dan lain-lain. Konsep akan globalisasi menurut Robertson (1992), mengacu pada penyempitan dunia secara insentif dan peningkatan kesadaran kita akan dunia, yaitu semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita akan koneksi tersebut. Di sini penyempitan dunia dapat dipahami dalam konteks institusi modernitas dan intensifikasi kesadaran dunia dapat dipersepsikan refleksif dengan lebih baik secara budaya. Globalisasi memiliki banyak penafsiran dari berbagai sudut pandang. Sebagian orang menafsirkan globalisasi sebagai proses pengecilan dunia atau menjadikan dunia sebagaimana layaknya sebuah perkampungan kecil. Sebagian lainnya menyebutkan bahwa globalisasi adalah upaya penyatuan masyarakat dunia dari sisi gaya hidup, orientasi, dan budaya. Pengertian lain dari globalisasi seperti yang dikatakan oleh Barker (2004) adalah bahwa globalisasi merupakan koneksi global ekonomi, sosial, budaya dan politik yang semakin mengarah ke berbagai arah di seluruh penjuru dunia dan merasuk ke dalam kesadaran kita. Produksi global atas produk lokal dan lokalisasi produk global Globalisasi adalah proses dimana berbagai peristiwa, keputusan dan kegiatan di belahan dunia yang satu dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di belahan dunia yang lain.(A.G. Mc.Grew, 1992). Proses perkembangan globalisasi pada awalnya ditandai kemajuan bidang teknologi informasi dan komunikasi. Bidang tersebut merupakan penggerak globalisasi. Dari kemajuan bidang ini kemudian mempengaruhi sektor-sektor lain dalam kehidupan, seperti bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Contoh sederhana dengan teknologi internet, parabola dan TV, orang di belahan bumi manapun akan dapat mengakses berita dari belahan dunia yang lain secara cepat. Hal ini akan terjadi interaksi antarmasyarakat dunia secara luas, yang akhirnya akan saling mempengaruhi satu sama lain, terutama pada kebudayaan daerah,seperti kebudayaan gotong royong,menjenguk tetangga sakit dan lain-lain. Globalisasi juga berpengaruh terhadap pemuda dalam kehidupan sehari-hari, seperti budaya berpakaian, gaya rambut dan sebagainya
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Dalam perkembangannya globalisasi menimbulkan berbagai masalah dalam bidang kebudayaan,misalnya : - hilangnya budaya asli suatu daerah atau suatu negara - terjadinya erosi nilai-nilai budaya, - menurunnya rasa nasionalisme dan patriotisme - hilangnya sifat kekeluargaan dan gotong royong - kehilangan kepercayaan diri - gaya hidup kebarat-baratan
C. RUMUSAN MASALAH
Adanya globalisasi menimbulkan berbagai masalah terhadap eksistensi kebudayaan daerah, salah satunya adalah terjadinya penurunan rasa cinta terhadap kebudayaan yang merupakan jati diri suatu bangsa, erosi nilai-nilai budaya, terjadinya akulturasi budaya yang selanjutnya berkembang menjadi budaya massa.
D. TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu : 1. Mengetahui pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah 2. Untuk meningkatkan kesadaran remaja untuk menjunjung tinggi kebudayaan bangsa sendiri karena kebudayaan merupakan jati diri bangsa
BAB II KERANGKA TEORITIK DAN RUMUSAN HIPOTESIS
A. BATASAN ISTILAH
Dalam pembuatan makalah ini menggunakan istilah-istilah yang sudah dimengerti oleh masyarakat banyak, adapun tujuan dari penggunaan istilah-istilah tersebut yaitu untuk memudahkan pembaca dalam membaca makalah ini.
B. SUDUT PANDANG PENDEKATAN
Sudut pandang yang kami gunakan dalam pembuatan mekalah ini yaitu sudut pandang secara sosiologis dan psikologis yaitu pengaruh globalisasi pada masyarakat umum dan sikap para pemuda dalam menyikapi pengaruh budaya asing.
C. KERANGKA BERPIKIR
Dalam pembuatan makalah ini kami menggunakan pola paragraf dari umum ke khusus, dengan alasan agar pembaca merasa bingung dalam membaca karena dalam membaca dimulai dari hal-hal yang ringan dulu baru meningkat ke hal-hal yang lebih kompleks.
D. RUMUSAN HIPOTESIS
Adanya globalisasi yang memiliki dampak positif maupun negative, maka perlu adanya tindak lanjut dalam menyikapi globalisasi tersebut. Adapun tindakan-tindakan yang dapat dilakukan yaitu : 1. Menambah porsi pengetahuan tentang kebudayaan bangsa di sekolah-sekolah baik mulai dari tingkat SD sampai perguruan tinggi 2. Menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative. 3. Mengadakan berbagai pertunjukan kubudayaan 4. Membatasi acara-acara yang dapat memunculkan rasa cinta terhadap budaya asing.
BAB III PEMBAHASAN
A. GLOBALISASI DAN BUDAYA
Gaung globalisasi, yang sudah mulai terasa sejak akhir abad ke-20, telah membuat masyarakat dunia, termasuk bangsa Indonesia harus bersiap-siap menerima kenyataan masuknya pengaruh luar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa. Salah satu aspek yang terpengaruh adalah kebudayaan. Terkait dengan kebudayaan, kebudayaan dapat diartikan sebagai nilai-nilai (values) yang dianut oleh masyarakat ataupun persepsi yang dimiliki oleh warga masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan (Koentjaraningrat), dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai maupun persepsi berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran. Aspek-aspek kejiwaan ini menjadi penting artinya apabila disadari, bahwa tingkah laku seseorang sangat dipengaruhi oleh apa yang ada dalam alam pikiran orang yang bersangkutan. Sebagai salah satu hasil pemikiran dan penemuan seseorang adalah kesenian, yang merupakan subsistem dari kebudayaan Bagi bangsa Indonesia aspek kebudayaan merupakan salah satu kekuatan bangsa yang memiliki kekayaan nilai yang beragam, termasuk keseniannya. Kesenian rakyat, salah satu bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia tidak luput dari pengaruh globalisasi. Globalisasi dalam kebudayaan dapat berkembang dengan cepat, hal ini tentunya dipengaruhi oleh adanya kecepatan dan kemudahan dalam memperoleh akses komunikasi dan berita namun hal ini justru menjadi bumerang tersendiri dan menjadi suatu masalah yang paling krusial atau penting dalam globalisasi, yaitu kenyataan bahwa perkembangan ilmu pengertahuan dikuasai oleh negara-negara maju, bukan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Mereka yang memiliki dan mampu menggerakkan komunikasi internasional justru negara-negara maju. Akibatnya, negara-negara berkembang, seperti Indonesia selalu khawatir akan tertinggal dalam arus globalisai dalam berbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk kesenian kita. Wacana globalisasi sebagai sebuah proses ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ia mampu mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Simon Kemoni, sosiolog asal Kenya mengatakan bahwa globalisasi dalam bentuk yang alami akan meninggikan berbagai budaya dan nilai-nilai budaya. Dalam proses alami ini, setiap bangsa akan berusaha menyesuaikan budaya mereka dengan perkembangan baru sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan dan menghindari kehancuran. Tetapi, menurut Simon Kimoni, dalam proses ini, negara-negara harus memperkokoh dimensi budaya mereka dan memelihara struktur nilai-nilainya agar tidak dieliminasi oleh budaya asing. Dalam rangka ini, berbagai bangsa haruslah mendapatkan informasi ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengalaman mereka. Terkait dengan seni dan budaya, Seorang penulis asal Kenya bernama Ngugi Wa Thiong’o menyebutkan bahwa perilaku dunia Barat, khususnya Amerika seolah-olah sedang melemparkan bom budaya terhadap rakyat dunia. Mereka berusaha untuk menghancurkan tradisi dan bahasa pribumi sehingga bangsa-bangsa tersebut kebingungan dalam upaya mencari indentitas budaya nasionalnya. Penulis Kenya ini meyakini bahwa budaya asing yang berkuasa di berbagai bangsa, yang dahulu dipaksakan melalui imperialisme, kini dilakukan dalam bentuk yang lebih luas dengan nama globalisasi.
B. GLOBALISASI DALAM KEBUDAYAAN TRADISIONAL DI INDONESIA
Proses saling mempengaruhi adalah gejala yang wajar dalam interaksi antar masyarakat. Melalui interaksi dengan berbagai masyarakat lain, bangsa Indonesia ataupun kelompok-kelompok masyarakat yang mendiami nusantara (sebelum Indonesia terbentuk) telah mengalami proses dipengaruhi dan mempengaruhi. Kemampuan berubah merupakan sifat yang penting dalam kebudayaan manusia. Tanpa itu kebudayaan tidak mampu menyesuaikan diri dengan keadaan yang senantiasa berubah. Perubahan yang terjadi saat ini berlangsung begitu cepat. Hanya dalam jangka waktu satu generasi banyak negara-negara berkembang telah berusaha melaksanakan perubahan kebudayaan, padahal di negara-negara maju perubahan demikian berlangsung selama beberapa generasi. Pada hakekatnya bangsa Indonesia, juga bangsa-bangsa lain, berkembang karena adanya pengaruh-pengaruh luar. Kemajuan bisa dihasilkan oleh interaksi dengan pihak luar, hal inilah yang terjadi dalam proses globalisasi. Oleh karena itu, globalisasi bukan hanya soal ekonomi namun juga terkait dengan masalah atau isu makna budaya dimana nilai dan makna yang terlekat di dalamnya masih tetap berarti.. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk dalam berbagai hal, seperti anekaragaman budaya, lingkungan alam, dan wilayah geografisnya. Keanekaragaman masyarakat Indonesia ini dapat dicerminkan pula dalam berbagai ekspresi keseniannya. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan pula bahwa berbagai kelompok masyarakat di Indonesia dapat mengembangkan keseniannya yang sangat khas. Kesenian yang dikembangkannya itu menjadi model-model pengetahuan dalam masyarakat.
C. PERUBAHAN BUDAYA DALAM GLOBALISASI ; KESENIAN YANG BERTAHAN DAN YANG TERSISIHKAN
Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat tertutup menjadi masyarakat yang lebih terbuka, dari nilai-nilai yang bersifat homogen menuju pluralisme nilai dan norma social merupakan salh satu dampak dari adanya globalisasi. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengubah dunia secara mendasar. Komunikasi dan sarana transportasi internasional telah menghilangkan batas-batas budaya setiap bangsa. Kebudayaan setiap bangsa cenderung mengarah kepada globalisasi dan menjadi peradaban dunia sehingga melibatkan manusia secara menyeluruh. Misalnya saja khusus dalam bidang hiburan massa atau hiburan yang bersifat masal, makna globalisasi itu sudah sedemikian terasa. Sekarang ini setiap hari kita bisa menyimak tayangan film di tv yang bermuara dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea, dll melalui stasiun televisi di tanah air. Belum lagi siaran tv internasional yang bisa ditangkap melalui parabola yang kini makin banyak dimiliki masyarakat Indonesia. Sementara itu, kesenian-kesenian populer lain yang tersaji melalui kaset, vcd, dan dvd yang berasal dari manca negara pun makin marak kehadirannya di tengah-tengah kita. Fakta yang demikian memberikan bukti tentang betapa negara-negara penguasa teknologi mutakhir telah berhasil memegang kendali dalam globalisasi budaya khususnya di negara ke tiga. Peristiwa transkultural seperti itu mau tidak mau akan berpengaruh terhadap keberadaan kesenian kita. Padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya. Di saat yang lain dengan teknologi informasi yang semakin canggih seperti saat ini, kita disuguhi oleh banyak alternatif tawaran hiburan dan informasi yang lebih beragam, yang mungkin lebih menarik jika dibandingkan dengan kesenian tradisional kita. Dengan parabola masyarakat bisa menyaksikan berbagai tayangan hiburan yang bersifat mendunia yang berasal dari berbagai belahan bumi. Kondisi yang demikian mau tidak mau membuat semakin tersisihnya kesenian tradisional Indonesia dari kehidupan masyarakat Indonesia yang sarat akan pemaknaan dalam masyarakat Indonesia. Misalnya saja bentuk-bentuk ekspresi kesenian etnis Indonesia, baik yang rakyat maupun istana, selalu berkaitan erat dengan perilaku ritual masyarakat pertanian. Dengan datangnya perubahan sosial yang hadir sebagai akibat proses industrialisasi dan sistem ekonomi pasar, dan globalisasi informasi, maka kesenian kita pun mulai bergeser ke arah kesenian yang berdimensi komersial. Kesenian-kesenian yang bersifat ritual mulai tersingkir dan kehilangan fungsinya. Sekalipun demikian, bukan berarti semua kesenian tradisional kita lenyap begitu saja. Ada berbagai kesenian yang masih menunjukkan eksistensinya, bahkan secara kreatif terus berkembang tanpa harus tertindas proses modernisasi. Pesatnya laju teknologi informasi atau teknologi komunikasi telah menjadi sarana difusi budaya yang ampuh, sekaligus juga alternatif pilihan hiburan yang lebih beragam bagi masyarakat luas. Akibatnya masyarakat tidak tertarik lagi menikmati berbagai seni pertunjukan tradisional yang sebelumnya akrab dengan kehidupan mereka. Misalnya saja kesenian tradisional wayang orang Bharata, yang terdapat di Gedung Wayang Orang Bharata Jakarta kini tampak sepi seolah-olah tak ada pengunjungnya. Hal ini sangat disayangkan mengingat wayang merupakan salah satu bentuk kesenian tradisional Indonesia yang sarat dan kaya akan pesan-pesan moral, dan merupakan salah satu agen penanaman nilai-nilai moral yang baik, menurut saya. Contoh lainnya adalah kesenian Ludruk yang sampai pada tahun 1980-an masih berjaya di Jawa Timur sekarang ini tengah mengalami “mati suri”. Wayang orang dan ludruk merupakan contoh kecil dari mulai terdepaknya kesenian tradisional akibat globalisasi. Bisa jadi fenomena demikian tidak hanya dialami oleh kesenian Jawa tradisional, melainkan juga dalam berbagai ekspresi kesenian tradisional di berbagai tempat di Indonesia. Sekalipun demikian bukan berarti semua kesenian tradisional mati begitu saja dengan merebaknya globalisasi. Di sisi lain, ada beberapa seni pertunjukan yang tetap eksis tetapi telah mengalami perubahan fungsi. Ada pula kesenian yang mampu beradaptasi dan mentransformasikan diri dengan teknologi komunikasi yang telah menyatu dengan kehidupan masyarakat, misalnya saja kesenian tradisional “Ketoprak” yang dipopulerkan ke layar kaca oleh kelompok Srimulat. Kenyataan di atas menunjukkan kesenian ketoprak sesungguhnya memiliki penggemar tersendiri, terutama ketoprak yang disajikan dalam bentuk siaran televisi, bukan ketoprak panggung. Dari segi bentuk pementasan atau penyajian, ketoprak termasuk kesenian tradisional yang telah terbukti mampu beradaptasi dengan perubahan zaman. Selain ketoprak masih ada kesenian lain yang tetap bertahan dan mampu beradaptasi dengan teknologi mutakhir yaitu wayang kulit. Beberapa dalang wayang kulit terkenal seperti Ki Manteb Sudarsono dan Ki Anom Suroto tetap diminati masyarakat, baik itu kaset rekaman pementasannya, maupun pertunjukan secara langsung. Keberanian stasiun televisi Indosiar yang sejak beberapa tahun lalu menayangkan wayang kulit setiap malam minggu cukup sebagai bukti akan besarnya minat masyarakat terhadap salah satu khasanah kebudayaan nasional kita. Bahkan Museum Nasional pun tetap mempertahankan eksistensi dari kesenian tradisonal seperti wayang kulit dengan mengadakan pagelaran wayang kulit tiap beberapa bulan sekali dan pagelaran musik gamelan tiap satu minggu atau satu bulan sekali yang diadakan di aula Kertarajasa, Museum Nasional.
D. PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP BUDAYA BANGSA
Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengaruh terhadap perkembangan budaya bangsa Indonesia . Derasnya arus informasi dan telekomunikasi ternyata menimbulkan sebuah kecenderungan yang mengarah terhadap memudarnya nilai-nilai pelestarian budaya. Perkembangan 3T (Transportasi, Telekomunikasi, dan Teknologi) mengkibatkan berkurangnya keinginan untuk melestarikan budaya negeri sendiri . Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. Di Tapanuli (Sumatera Utara) misalnya, duapuluh tahun yang lalu, anak-anak remajanya masih banyak yang berminat untuk belajar tari tor-tor dan tagading (alat musik batak). Hampir setiap minggu dan dalam acara ritual kehidupan, remaja di sana selalu diundang pentas sebagai hiburan budaya yang meriah. Saat ini, ketika teknologi semakin maju, ironisnya kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut semakin lenyap di masyarakat, bahkan hanya dapat disaksikan di televisi dan Taman Mini Indonesi Indah (TMII). Padahal kebudayaan-kebudayaan daerah tersebut, bila dikelola dengan baik selain dapat menjadi pariwisata budaya yang menghasilkan pendapatan untuk pemerintah baik pusat maupun daerah, juga dapat menjadi lahan pekerjaan yang menjanjikan bagi masyarakat sekitarnya. Hal lain yang merupakan pengaruh globalisasi adalah dalam pemakaian bahasa indonesia yang baik dan benar (bahasa juga salah satu budaya bangsa). Sudah lazim di Indonesia untuk menyebut orang kedua tunggal dengan Bapak, Ibu, Pak, Bu, Saudara, Anda dibandingkan dengan kau atau kamu sebagai pertimbangan nilai rasa. Sekarang ada kecenderungan di kalangan anak muda yang lebih suka menggunakan bahasa Indonesia dialek Jakarta seperti penyebutan kata gue (saya) dan lu (kamu). Selain itu kita sering dengar anak muda mengunakan bahasa Indonesia dengan dicampur-campur bahasa inggris seperti OK, No problem dan Yes’, bahkan kata-kata makian (umpatan) sekalipun yang sering kita dengar di film-film barat, sering diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kata-kata ini disebarkan melalui media TV dalam film-film, iklan dan sinetron bersamaan dengan disebarkannya gaya hidup dan fashion . Gaya berpakaian remaja Indonesia yang dulunya menjunjung tinggi norma kesopanan telah berubah mengikuti perkembangan jaman. Ada kecenderungan bagi remaja putri di kota-kota besar memakai pakaian minim dan ketat yang memamerkan bagian tubuh tertentu. Budaya perpakaian minim ini dianut dari film-film dan majalah-majalah luar negeri yang ditransformasikan kedalam sinetron-sinetron Indonesia . Derasnya arus informasi, yang juga ditandai dengan hadirnya internet, turut serta `menyumbang` bagi perubahan cara berpakaian. Pakaian mini dan ketat telah menjadi trend dilingkungan anak muda. Salah satu keberhasilan penyebaran kebudayaan Barat ialah meluasnya anggapan bahwa ilmu dan teknologi yang berkembang di Barat merupakan suatu yang universal. Masuknya budaya barat (dalam kemasan ilmu dan teknologi) diterima dengan `baik`. Pada sisi inilah globalisasi telah merasuki berbagai sistem nilai sosial dan budaya Timur (termasuk Indonesia ) sehingga terbuka pula konflik nilai antara teknologi dan nilai-nilai ketimuran.
E. TINDAKAN YANG MENDORONG TIMBULNYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN DAN CARA MENGANTISIPASI ADANYA GLOBALISASI KEBUDAYAAN
Peran kebijaksanaan pemerintah yang lebih mengarah kepada pertimbangan-pertimbangan ekonomi daripada cultural atau budaya dapat dikatakan merugikan suatu perkembangan kebudayaan. Jennifer Lindsay (1995) dalam bukunya yang berjudul ‘Cultural Policy And The Performing Arts In South-East Asia’, mengungkapkan kebijakan kultural di Asia Tenggara saat ini secara efektif mengubah dan merusak seni-seni pertunjukan tradisional, baik melalui campur tangan, penanganan yang berlebihan, kebijakan-kebijakan tanpa arah, dan tidak ada perhatian yang diberikan pemerintah kepada kebijakan kultural atau konteks kultural. Dalam pengamatan yang lebih sempit dapat kita melihat tingkah laku aparat pemerintah dalam menangani perkembangan kesenian rakyat, di mana banyaknya campur tangan dalam menentukan objek dan berusaha merubah agar sesuai dengan tuntutan pembangunan. Dalam kondisi seperti ini arti dari kesenian rakyat itu sendiri menjadi hambar dan tidak ada rasa seninya lagi. Melihat kecenderungan tersebut, aparat pemerintah telah menjadikan para seniman dipandang sebagai objek pembangunan dan diminta untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan simbol-simbol pembangunan. Hal ini tentu saja mengabaikan masalah pemeliharaan dan pengembangan kesenian secara murni, dalam arti benar-benar didukung oleh nilai seni yang mendalam dan bukan sekedar hanya dijadikan model saja dalam pembangunan. Dengan demikian, kesenian rakyat semakin lama tidak dapat mempunyai ruang yang cukup memadai untuk perkembangan secara alami atau natural, karena itu, secara tidak langsung kesenian rakyat akhirnya menjadi sangat tergantung oleh model-model pembangunan yang cenderung lebih modern dan rasional. Sebagai contoh dari permasalahan ini dapat kita lihat, misalnya kesenian asli daerah Betawi yaitu, tari cokek, tari lenong, dan sebagainya sudah diatur dan disesuaikan oleh aparat pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan tujuan kebijakan-kebijakan politik pemerintah. Aparat pemerintah di sini turut mengatur secara normatif, sehingga kesenian Betawi tersebut tidak lagi terlihat keasliannya dan cenderung dapat membosankan. Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak dikehendaki terhadap keaslian dan perkembangan yang murni bagi kesenian rakyat tersebut, maka pemerintah perlu mengembalikan fungsi pemerintah sebagai pelindung dan pengayom kesenian-kesenian tradisional tanpa harus turut campur dalam proses estetikanya. Memang diakui bahwa kesenian rakyat saat ini membutuhkan dana dan bantuan pemerintah sehingga sulit untuk menghindari keterlibatan pemerintah dan bagi para seniman rakyat ini merupakan sesuatu yang sulit pula membuat keputusan sendiri untuk sesuai dengan keaslian (oroginalitas) yang diinginkan para seniman rakyat tersebut. Oleh karena itu pemerintah harus ‘melakoni’ dengan benar-benar peranannya sebagai pengayom yang melindungi keaslian dan perkembangan secara estetis kesenian rakyat tersebut tanpa harus merubah dan menyesuaikan dengan kebijakan-kebijakan politik. Globalisasi informasi dan budaya yang terjadi menjelang millenium baru seperti saat ini adalah sesuatu yang tak dapat dielakkan. Kita harus beradaptasi dengannya karena banyak manfaat yang bisa diperoleh. Harus diakui bahwa teknologi komunikasi sebagai salah produk dari modernisasi bermanfaat besar bagi terciptanya dialog dan demokratisasi budaya secara masal dan merata. Globalisasi mempunyai dampak yang besar terhadap budaya. Kontak budaya melalui media massa menyadarkan dan memberikan informasi tentang keberadaan nilai-nilai budaya lain yang berbeda dari yang dimiliki dan dikenal selama ini. Kontak budaya ini memberikan masukan yang penting bagi perubahan-perubahan dan pengembangan-pengembangan nilai-nilai dan persepsi dikalangan masyarakat yang terlibat dalam proses ini. Kesenian bangsa Indonesia yang memiliki kekuatan etnis dari berbagai macam daerah juga tidak dapat lepas dari pengaruh kontak budaya ini. Sehingga untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan-perubahan diperlukan pengembangan-pengembangan yang bersifat global namun tetap bercirikan kekuatan lokal atau etnis. Globalisasi budaya yang begitu pesat harus diantisipasi dengan memperkuat identitas kebudayaan nasional. Berbagai kesenian tradisional yang sesungguhnya menjadi aset kekayaan kebudayaan nasional jangan sampai hanya menjadi alat atau slogan para pemegang kebijaksanaan, khususnya pemerintah, dalam rangka keperluan turisme, politik dsb. Selama ini pembinaan dan pengembangan kesenian tradisional yang dilakukan lembaga pemerintah masih sebatas pada unsur formalitas belaka, tanpa menyentuh esensi kehidupan kesenian yang bersangkutan. Akibatnya, kesenian tradisional tersebut bukannya berkembang dan lestari, namun justru semakin dijauhi masyarakat. Dengan demikian, tantangan yang dihadapi oleh kesenian rakyat cukup berat. Karena pada era teknologi dan komunikasi yang sangat canggih dan modern ini masyarakat dihadapkan kepada banyaknya alternatif sebagai pilihan, baik dalam menentukan kualitas maupun selera. Hal ini sangat memungkinkan keberadaan dan eksistensi kesenian rakyat dapat dipandang dengan sebelah mata oleh masyarakat, jika dibandingkan dengan kesenian modern yang merupakan imbas dari budaya pop. Untuk menghadapi hal-hal tersebut di atas ada beberapa alternatif untuk mengatasinya, yaitu meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM ) bagi para seniman rakyat. Selain itu, mengembalikan peran aparat pemerintah sebagai pengayom dan pelindung, dan bukan sebaliknya justru menghancurkannya demi kekuasaan dan pembangunan yang berorientasi pada dana-dana proyek atau dana-dana untuk pembangunan dalam bidang ekonomi saja
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pengaruh globalisasi disatu sisi ternyata menimbulkan pengaruh yang negatif bagi kebudayaan bangsa Indonesia . Norma-norma yang terkandung dalam kebudayaan bangsa Indonesia perlahan-lahan mulai pudar. Gencarnya serbuan teknologi disertai nilai-nilai interinsik yang diberlakukan di dalamnya, telah menimbulkan isu mengenai globalisasi dan pada akhirnya menimbulkan nilai baru tentang kesatuan dunia. Radhakrishnan dalam bukunya Eastern Religion and Western Though (1924) menyatakan “untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, kesadaran akan kesatuan dunia telah menghentakkan kita, entah suka atau tidak, Timur dan Barat telah menyatu dan tidak pernah lagi terpisah. Artinya adalah bahwa antara barat dan timur tidak ada lagi perbedaan. Atau dengan kata lain kebudayaan kita dilebur dengan kebudayaan asing. Apabila timur dan barat bersatu, masihkah ada ciri khas kebudayaan kita? Ataukah kita larut dalam budaya bangsa lain tanpa meninggalkan sedikitpun sistem nilai kita? Oleh karena itu perlu dipertahanan aspek sosial budaya Indonesia sebagai identitas bangsa. Caranya adalah dengan penyaringan budaya yang masuk ke Indonesia dan pelestarian budaya bangsa. Bagi masyarakat yang mencoba mengembangkan seni tradisional menjadi bagian dari kehidupan modern, tentu akan terus berupaya memodifikasi bentuk-bentuk seni yang masih berpolakan masa lalu untuk dijadikan komoditi yang dapat dikonsumsi masyarakat modern. Karena sebenarnya seni itu indah dan mahal. Kesenian adalah kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya dan tidak dimiliki bangsa-bangsa asing. Oleh sebab itu, sebagai generasi muda, yang merupakan pewaris budaya bangsa, hendaknya memelihara seni budaya kita demi masa depan anak cucu.
B. SARAN – SARAN
Dari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu : 1. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa 2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya 3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya 4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative. 5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kuntowijoyo, Budaya Elite dan Budaya Massa dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997. 2. Sapardi Djoko Damono, Kebudayaan Massa dalam Kebudayaan Indonesia: Sebuah Catatan Kecil dalam Ecstasy Gaya Hidup: Kebudayaan Pop dalam Masyarakat Komoditas Indonesia, Mizan 1997. 3. Fuad Hassan. “Pokok-pokok Bahasan Mengenai Budaya Nusantara Indonesia”. Dalam http://kongres.budpar.go.id/news/article/Pokok_pokok_bahasan.htm, didownload 7/15/04. 4. Koenjaraningrat. 1990. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia. 5. Adeney, Bernard T. 1995. Etika Sosial Lintas Budaya. Yogyakarta: Kanisius. Al-Hadar Smith, “Syariah dan Tradisi Syi’ah Ternate”, dalam http://alhuda.or.id/rub_budaya.htm , didown load 7/15/04. 6. http://www.google=pengaruh globalisasi terhadap eksistensi kebudayaan daerah.com/ Top of Form




PEMBELAJARAN MODEL PAKEM



Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangakan (PAKEM)
PAKEM merupakan strategi pembelajaran untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman siswa, dengan penekanan pada belajar sambil bekerja (learning by doing).
Dalam PAKEM guru-guru menggunakan berbagai sumber belajar
Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum, guru perlu melakukan serangkaian kegiatan pembelajaran mulai dari perencanaan, menentukan strategi, pemilihan materi dan metode pembelajaran, sampai pada penilaian. Serangkaian kegiatan pembelajaran dalam rangka mencapai tujuan pendidikan tersebut sering disebut dengan pendekatan pembelajaran.
Pengertian pendekatan sendiri dikatakan oleh Ujang Sukandi (2003:39) adalah cara umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian, laksana pakai kacamata merah — semua tampak kemerah-merahan.
Pengertian pendekatan pembelajaran secara tegas belum ada kesepakatan dari para ahli pendidikan. Namun beberapa ahli mencoba menjelaskan tentang pendekatan pembelajaran (instructional approach), misalnya ditulis oleh Gladene Robertson dan Hellmut Lang (1984: 5). Menurutnya pendekatan pembelajaran dapat dimaknai menjadi 2 pengertian, yaitu pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dan pendekatan pembelajaran sebagai bahan kajian yang terus berkembang. Pendekatan pembelajaran sebagai dokumen tetap dimaknai sebagai suatu Kerangka umum dalam Praktek Profesional guru, yaitu serangkaian dokumen yang dikembangkan untuk mendukung pencapaian Kurikulum. Hal tersebut berguna untuk: (1) mendukung kelancaran guru dalam proses pembelajaran; (2) membantu para guru menjabarkan kurikulum dalam praktik pembelajaran di kelas; (3) sebagai panduan bagi guru dalam menghadapi perubahan kurikulum; dan (4) sebagai bahan masukan bagi para penyusun kurikum untuk mendesain kurikulum dan pembelajaran yang terintegrasi.
Dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan strategi pembelajaran yang sangat baik dan cocok untuk situasi dan kondisi siswa. Strategi yang sangat cocok dan menarik peserta didik dalam pembelajaran sekarang ini dikenal dengan nama PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan)
PAKEM adalah sebuah model pembelajaran yang memungkinkan peserta didik mengejakan kegiatan yang beragam untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman dengan penekanan kepada belajar sambil bekerja, sementara guru menggunakan berbagai sumber dan alat bantu belajar termasuk pemanfaatan lingkungan supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan dan efektif.
A. ALASAN PENERAPAN PAKEM
PAKEM diterapkan dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa pembelajaran model konvensional dinilai menjemukan, kurang menarik bagi para peserta didik sehingga berakibat kurang optimalnya penguasaan materi bagi peserta didik.
B. CIRI-CIRI / KARAKTERISTIK PAKEM
Ciri-ciri/karakteristik PAKEM adalah:
a. Pembelajarannya mengaktifkan peserta didik
b. Mendorong kreativitas peserta didik &guru
c. Pembelajarannya efektif
d. Pembelajarannya menyenangkan utamanya bagi peserta didik
C. PRINSIP PAKEM
Prinsip PAKEM antara lain:
1. Mengalami: peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun emosional
2. Komunikasi: kegiatan pembelajaran memungkinkan terjadinya komunikasi antara guru dan peserta diidik
3. Interaksi: kegiatan pembelajarannyaa memungkinkan terjadinya interaksi multi arah
4. Refkesi: kegiatan pembelajarannya memungkinkan peserta didik memikirkan kembali apa yang telah dilakukan
D. JENIS PENILAIAN SESUAI DG PEMBELAJARAN MODEL PAKEM
1.      Penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model Pakem adalah penilaian otentik yang merupakan proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
2.      Tujuan Penilaian otentik itu sendiri adalah untuk: (a) Menilai Kemampuan Individual melalui tugas tertentu; (b) Menentukan kebutuhan pembelajaran; (c) Membantu dan mendorong siswa; (d) Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik; (e) Menentukan strategi pembelajaran; (f) Akuntabilitas lembaga; dan (g) Meningkatkan kualitas pendidikan.
3.      Bentuk penilaian tes dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan perbuatan. Sementara itu, bentuk penilaian non tes dilakukan dengan menggunakan skala sikap, cek lis, kuesioner, studi kasus, dan portofolio.
4.      Dalam pembelajaran, dengan pendekatan Pakem rangkaian penilaian ini seyogiayanya dilakukan oleh seorang guru. Hal ini disebabkan setiap jenis atau bentuk penilaian tersebut memiliki beberapa kelemahan selain keunggulan.
E. TUJUAN PENILAIAN PEMBELAJARAN MODEL PAKEM
1.      Menilai kemampuan individual melalui tugas tertentu
2.      Menentukan kebutuhan pembelajaran
3.      Membantu dan mendorong siswa
4.      Membantu dan mendorong guru untuk mengajar yang lebih baik
5.      Menentukan strategi pembelajaran
6.      Akuntabilitas lembaga
7.      Meningkatkan kualitas pendidikan
F. MERANCANG DAN MELAKSANAKAN PENILAIAN PEMBELAJARAN MODEL PAKEM
1.      Merancang penilaian dilakukan bersamaan dengan merancang pembelajaran tersebut. Penilaian disesuaikan dengan pendekatan dan metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran.
2.      Dalam pembelajaran dengan pendekatan model Pakem, penilaian dirancang sebagaimana dengan penilaian otentik. Artinya, selama pembelajaran itu berlangsung, guru selain sebagai fasilitator juga melakukan penilaian dengan berbagai alat yang sesuai dengan kegiatan yang dilakukan oleh siswa.
Pendekatan pembelajaran sebagai bahan kajian yang terus berkembang, oleh Gladene Robertson dan Hellmut Lang di maknai selain sebagai Kerangka umum untuk Praktek Profesional guru, juga dimaksudkan sebagai studi komprehensif tentang praktik pembelajaran, maupun petunjuk pelaksanaanya. Selain itu dokumen itu juga dimaksudkan untuk mendorong para guru untuk: (1) mengkaji lebih jauh tentang pendekatan-pendekatan pembelajaran yang lainnya; (2) menjadi bahan refleksi tentang pembelajaran yang sudah dilakukannya; (3) merupakan seni, seperti hal nya ilmu mengajar yang terus berkembang, dan (4) juga sebagai katalisator untuk mengembangkan profesional guru lebih lanjut.
Gambaran mengenai pendekatan pembelajaran yang lebih jelas terdapat dalam artikel pendidikan yang diterbitkan oleh Saskatchewan education (1980) Pendekatan pembelajaran digambarkan sebagai kerangka besar tentang tugas profesional guru yang di dalamnya meliputi: model-model pembelajaran, Strategi-strategi pembelajaran, metode-metode pembelajaran dan juga keterampilan-keterampilan mengajar. Pendekatan pembelajaran juga merupakan skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan guru dengan menyusun dan memilih model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran maupun keterampilan mengajar tertentu dalam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran digambarkan dalam diagram sebagai berikut:
INSTRUCTIONAL APPROACH
Gambar 3:
Instructional Frame Work
(Sumber: Saskatchewan Education, 1988:9)
Berdasarkan diagram di atas, pendekatan pembelajaran digambarkan sebagai kerangka umum tentang skenario yang digunakan guru untuk membelajarkan siswa dalam rangka mencapai suatu tujuan pembelajaran. Diagram tersebut juga memperlihatkan dengan lebih jelas tentang hubungan antara model pembelajaran, strategi pembelajaran, metode pembelajaran dan keterampilan mengajar.
Menurut Philip R. Wallace (1992: 13) pendekatan pembelajaran dibedakan menjadi 2, yaitu: Pendekatan konservatif (conservative approaches) dan pendekatan liberal (liberal approach). Pendekatan konservatif memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru mengajarkan materi kepada siswanya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima. Sedangkan pendekatan liberal (liberal approaches) adalah pendekatan pembelajaran yang memberi kesempatan luas kepada siswa untuk mengembangkan strategi dan keterampilan belajarnya sendiri.
Mungkin kita kurang familier dengan istilah pendekatan konservatif dan pendekatan liberal. Sekarang para ahli pendidikan lebih senang menggunakan istilah pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centered approach) untuk pendekatan konservatif dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student centered approach) untuk pendekatan liberal sebagaimana ditulis dalam websait http://www.wcer.wisc.edu/step/ep301/fall2000/tochonites/stu_cen.html McCombs and Whistler (1997), Papalia (1996), Stuart (1997), Silberman (1996) dan Benson and Voller (1997) lebih suka menggunakan istilah tersebut.
Di Indonesia kedua istilah di atas lebih familier digunakan dengan istilah pendekatan konvensional dan pendekatan siswa aktif atau PAKEM. Kosa kata PAKEM yang merupakan kependekakan dari Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan tersebut mulai banyak digunakan sejak tahun 1999, yaitu pada saat UNICEF dan UNESCO membantu untuk meningkatkan mutu pembelajaran di Indonesia dengan programnya CLCC (Creating Learning communities for Children) yang kemudian di Indonesia lebih dikenal dengan program MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). Sejak saat itu untuk membandingkan antara pembelajaran yang berpusat pada guru dan pembelajaran yang berpusat pada siswa, hampir semua program bantuan luar negeri di Indonesia seperti: PLAN, AUSAID, USAID, NZAID, dan Intel Teach lebih suka menggunakan istilah pendekatan konvensional v.s pendekatan siswa aktif / PAKEM. Bahkan mulai tahun 2003 Departemen Pendidikan Nasional juga sudah sering menggunakan istilah tersebut.
Baik dalam pendekatan pembelajaran konvensional maupun dalam pendekatan pembelajaran PAKEM di dalamnya ada: model-model pembelajaran (instructional models), strategi pembelajaran (instructional strategies), metode-metode pembelajaran (instructional methods) dan ada juga keterampilan-keterampilan mengajar (instructional skills).


KOMUNIKASI TERAPEUTIK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting,karena dengan adanya komunikasi kita dapat memperoleh atau bertukar informasi.Dalam dunia keperawatan komunikasi merupakan inti,yang merupakan landasan dalam membina hubungan perbantuan agar proses keperawatan dapat tercapai.Ada dua bentuk komunikasi yang kita kenal yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Dalam melakukan interaksi,kitajuga mengenal komunikasi terapeutik.Komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang direncanakan secara sadar untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien (Suliswati,2005).
Komunikasi terapeutik merupakan hal yang utama dalam perawatan klien,bahkan dalam keperawata jiwa.Dengan adanya komunikasi terapeutik diharapkan dapat membantu memperbaiki masalah klien secara berangsur-angsur.
Pasien jiwa yang mengalami isolasi social yaitu menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah sangat memerlukan perawatan untuk perbaikan dirinya. Dalam kasus ini komunikasi terapeutik sangat diperlukan agar pasien dapat merubah dirinya menjadi seseorang yang lebih terbuka dan bersosialisasi terhadap lingkungan tanpa ada rasa harga diri rendah.komunikasi verbal dan nonverbal juga memilki peranan yang cukup besar dalam hal ini.
Kali ini kami akan membahas seberapa besar pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pasien.
B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komunikasi terapeutik terhadap fisik dan  psikis pasien yang ada di rumah sakit.
BAB II
KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A.    Teori

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada BAB I bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting,karena dengan adanya komunikasi kita dapat memperoleh atau bertukar informasi.Dalam dunia keperawatan komunikasi merupakan inti,yang merupakan landasan dalam membina hubungan perbantuan agar proses keperawatan dapat tercapai.
Dalam hal ini kita membahas mengenai salah satu jenis komunikasi yang digunakan dalam proses keperawatan yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu bentuk komunikasi yang direncanakan secara sadar untuk membantu penyembuhan / pemulihan pasien (Suliswati, 2005).Komunikasi terapeutik sangat penting dalam praktik keperawata, karena merupakan sarana untuk membina hubungan yang terapeutik antara perawat dan pasien.Dalam membina hubungan yang terapeutik dengan pasien, perawat perlu mengrtahui dan memahami proses komunikasi, prinsip – prinsip komunikasi terapeutik, serta pemanfaatan diri sendiri secara terapeutik.Komunikasi terapeutik tidak hanya berlangsung secara verbal,tetapi juga secara nonverbal, karena pesan nonverbal dapat mempengaruhi hubungan perawat-pasien selama komunikasi berlangsung,antara lain vocal,gerakan,jarak bicara dan sentuhan.
Peran non-verbal dalam komunikasi:
Vocal                   Nada suara, keras/lembut suara, kecepatan suara serta mutu suara, dapat menggambarkan emosi pasien.
Gerakan               Gerakan refleks seperti memainkan tangan, gerakan yang berulang atau gerakan aneh, sikap tubuh, khususnya ekpresi wajah, dapat menggambarkan suasana perasaan.
Jarak bicara          Jarak untuk melakukan komunikasi yang cukup dekat/intim, sehingga memungkinkan terjadinya kontak mata atau sentuhan, adalah 45,5 cm. Jarak untuk melakukan komunikasi personal secara umum adalah 45,5 – 120 cm.
Sentuhan             Sentuhan merupakan komunikasi non-verbal yang sangat bermakna dalam hubungan terapeutik antara perawat dan pasien, khususnya untuk memberikan dorongan mental maupun aspek budaya dan kebiasaan perlu dipertimbangkan.

Dalam menangapi pesan yang disampaikan pasti, ada beberapa teknik komunikasi terapeutik yang perlu dikuasai  dan digunakan oleh perawat, yaitu:
a)      Diam
Diam pada teknik komunikasi terapeutik bukan berarti menciptakan suatu keadaan yang hening, melainkan dimana perawat memberikan kesempatan pada pasien untuk mengutarkan pikirannya, agar dapat mempertimbangkan atau memilih topic pembicaraan.Diam yang positif dan penuh penerimaan merupakan media terapeutikyang sangat berharga, karena mendorong pasien untuk berbicara, mencurahkan seluruh pikiran dan perasaannya, dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk merasakan bahwa dirinya diterima seutuhnya.

b)      Mendengarkan
Mendengarkan merupakan dasar utama komunikasi, karena dengan mendengarkan perawat dapat memahami pembicaraan dan perasaan pasien. Beri waktu kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya. Jadilah pendengar yang baik, dengan sekali-kali memberikan respon.

c)      Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan terbuka dapat  mengarahkan atau memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya terhadap situasi batau masalah yang sedang dihadapinya. Contoh : “ Apa yang ingin ibu bicarakan hari ini ?, ceritakan lebih lanjut apa yang ibu pikirkan tentang hal ini ?, .Bentuk pertanyaan ini memungkinkan pasien menjawab dangan lebih luas, tidak sekedar jawaban “ya” atau “tidak “ dan sebagainya.

d)     Mengulangi
Mengulangi isi pikiran atau ungkapan pasien untuk memperjelas arti pesanyang disampaikan pasien. Halinimenunjukan  bahwa perawat memperhatikan dan mengikuti pembicaraan pasien, contoh :
Pasien : “ saya dianggap lalat barangkali ya, dokter tidak pernah datang,perawatnya hanya lewat-lewat saja “
Perawat : “bapak merasa tidak diperhatikan, ya ‘
e)      Klarifikasi
Klarifikasi dilakukan jika ungkapan pasien tidak jelas. Contoh , “Dapatkah ibu jelaskan kembali tentang……(sesuatu yang kurang jelas).

Beberapa hal yang menghambat komunikasi :

  1. Menunjukkan perasaan marah, resah, gelisah, tidak sabar atau kurang dapat mengendalikan diri
  2. Menunjukkan kesibukan, tidak mempunyai waktu mendengarkan keluhan pasien
  3. Menggunakan kalimat yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan latar belakang pasien
  4. Memberikan komentar yang bersifat klise seperti “semua baik, nanti juga sembuh”
  5. Memberikan informasi yang tidak relevan, menghakimi, mengalihhkan
  6. Mengabaikan perasaan pasien
  7. Situasional : ruangan yang rebut, banyak gangguan dan jarak bicara yang terlalu dekat/jauh
  8. Cacat fisik : tuli, kesulitan bicara
  9. Cacat psikis : kurang konsentrasi dan perhatian, tingkat daya piker dan intelegensia yang rendah
  10. Perbedaan pengalaman, kebudayaan dan status social
  11. Sikap: tidak menatap lawan bicara, terburu-buru atau mencibir

Lingkungan Terapeutik
Lingkungan terapeutik adalah lingkungan yang ditata untuk menunjang proses terapi, baik fisik, psikis/mental maupun social,agar membantu penyembuhan dan/atau pemulihan pasien. Dalam upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik ada 5 aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek fisik, aspek intelektual, aspek social, aspek emosional, dan aspek spiritual.
Aspek fisik. Ciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman: gedung permanen, mudah dijangkau; dilengkapi dengan kamar tidur, ruang tamu/tunggu, ruang makan, kamar maqndi dan WC. Semua ruangan hendaknya disiapkan agar menyenangkan. Hal-hal yang sifatnya pribadi (prifasi) dan pasien harus tetap dipelihara. Kamar mandi dan WC harus dilengkapi dengan pintu sebagaimana layaknya rumah tinggal.
Struktur dan tatanan dalam gedung sebaiknya dirancang sesuai dengan kondisi dan jenis penyakit serta tingkat perkembangan pasien. Misalnya, ruang anak dirancang berbeda dengan ruang dewasa maupun lansia. Demikian pula ruang untuk kondisi akut berbeda dengan ruang perawatan intensif atau ruang ICCU.
Aspek intelektual. Kenyataan bahwa tinggkat intelektual pasien dapat ditentukan melalui kejelasan stimulus dari lingkungan dan sikap perawat, perawat diharapkan dapat memberikan stimulus eksternal yang positif, agar pasien dapat memperluas kesadaran dirinya, keadaan dan peran sakitnya.
Aspek sosial. Perawat harus mengembangkan pola interaksi yang positif, baik antara perawat dengan perawat, perawat dengan pasien, perawat dengan keluarga pasien maupun antara sesama pasien. Dalam berhubungan dengan orang lain, baik dengan perawat maupun dengan pasien lain, pasien diharapkan mengembangkan suatu hubungan interpersonal yang menyenangkan, agar mengurangi konflik intra-fisik yang akan menguatkan fungsi ego pasien. Untuk dapat melaksanakan interaksi yang baik, perawat harus memiliki kemampaun yang baik untuk berkomunikasi. Oleh karena itu penggunaan teknik komunikasi yang tepat akan sangat berperan untuk menciptakan hubungan yang terapeutik antara perawat dan pasien.
Aspek emosional. Aspek fisik, intelektual dan sosial mempengaruhi suasana emosional pasien. Dalam menciptakan iklim emosional yang positif, perawat maupun tim kesehatan yang lain dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien harus dapat memperlihatkan sikap nyang tulus, jujur/dapat dipercaya, hangat, tidak defensif, empati, peka tehadap perasaan dan kebutuhan pasien, serta bersikap spontan untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien.
Aspek spiritual.tingkatkan kualitas spiritual lingkungan yang ditunjuk untuk memaksimalkan manfaat dari penglaman, pengobatan dan perasaan damai bagi pasien. Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat dilakukan dengan menyediakan sarana ibadah seperti tempat ibadah, kitab suci, ahli agama dan sebagainya. Dengan memberikan penguatan terhadap perilaku positif pasien akan meningkatkan harga diri pasien.

Karakteristik Umum Lingkungan Terapeutik
Lingkungan terapeutik mempunyai beberapa karakteristik umum yaitu distribusi kekuatan, komunikasi terbuka, struktur interaksi, aktivitas/kegiatan, dan partisipasi keluarga dan masyarakat.

     Distribusi kekuatan
     Perawat, anggota tim kesehatan yang lain dan pasien, diharapkan dapat bekerja sama untuk melengkapi data yang dibutuhkan, berbagi tanggung jawab, serta kerja sama untuk membuat keputusan. Dengan demikian pasien memperoleh otonomi untuk membuat keputusan bagi proses penyembuhannya.


     Komunikasi terbuka
     Komunikasi terbuka yang dilandasi saling percaya dan kejujuran diantara perawat dan tim kesehatan yang lain sangat penting dalam pelayanan perawatan. Setiap data/informasi mengenai pasien maupun keluarga untuk menetapkan suatu kepetusan hendaknya hanya ditujukan demi kesembuhan pasien.

     Struktur interaksi
     Perawat professional diharapkan mampu memfasilitasi interaksi terapeutik dengan memperlihatkan sikap bersahabat; bertutur kata yang lembut, jelas tetapi tegas; tidak depensif; penuh perhatian, peka terhadap kebutuhan pasien; mampu memotifasi pasien untuk berinteraksi dengan pasien lain, saling berbagi rasa dan pengalaman, yang akan membantu pasien untuk dapat menerima perawatan dan pengobatan yang diberikan.

     Aktivitas/kegiatan
     Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mempunyai perasaan kesepian, tidak berarti, diasingkan/dikucilkan, tidak mandiri/tergantung dan ada keterbatasan hubungan dengan dunia luar. Oleh karena itu perawat hendaknya dapat mengisi pengwaktu luang pasien dengan melibatkan pasien dalam aktivitas lingkungan sesuai dengan minat, kemampuan dan tingkat perkembangannya. Misalnya, sebelum menetapkan kegiatan apa yang akan dilakukan, perawat bersama pasien mengidentifikasi kegiatan apa yang dapat dilakukan pasien sebagai pengisi waktu luangnya, seperti membaca majalah, buku pelajaran bagi siswa/pelajar/mahasiswa, berjalan pagi, menyulam, melakukan kegiatan sehari-hari,berbagi pikiran dan perasaan dengan sesama pasien yang dilakukan bersama perawat. Tujuannya adalah menggali pikiran dan perasaan pasien tentang apa yang terjadi di lingkungannya. Perawat dan pasien dapat bersama-sama berupaya untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik yang akan membantu proses perawatan, pengobatan dan penyembuhan pasien.

     Partisipasi keluarga dan masyarakat
     Peran serta keluarga sangat penting untuk penyembuhan pasien, karena keluarga merupakan system pendukung yang terdekat bagi pasien. Keluarga agar selalu dilibatkan dalam perencanaan, perawatan dan pengobatan, persiapan pemulangan pasien, dan rencana perawatan tindak lanjut di rumah. Hal ini akan memotivasi keluarga agar berpartisifasi aktif dalam upaya membantu memecahkan masalah pasien.

     Peran perawat dalam lingkungan terapeutik
     Seorang perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien akan memberikan asuhan perawatan atas dasar identifikasi masalah, baik kebutuhan fisik maupun emosional. Perawat yang berperan sebagai “mothering care” tidak hanya memenuhi kebutuhan pasien saja, tetapi juga memfasillitasi pasien agar mengembangkan kemampuan baru untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan demikian dia dapat memahami dan menerima situasi yang sedang dialaminya dan termotifasi untuk mengubah perilaku destruktif dan konstuktif. Perawat juga membantu pasien untuk mengenal batasan dan menerima risiko akibat perilakunya. Contohnya, pasien menolak untuk meminum obat atau menjalani pemeriksaan tertentu. Maka perawat harus menjelaskan manfaat pengobatan maupun pemeriksaan tersebut dan konsekuensi akibat penolakan yang dilakukan.
     Perawat memperlakukan pasien sebagai individu yang unik, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan ia harus memperhatikan kondisi dan tingkat perkembangan pasien. Sebagai seorang perencana sebelum memberikan asuhan keperawatan, ia terlebih dahulu harus melakukan pengkajian untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kondisi pasien dan situasi ruangan yang dibutuhkan. Sebagai seorang coordinator perawat harus dapat mengatur dan mengorganisasi semua kegiatan, supaya semua yang direncanakan dapat dilaksanakan dan dievaluasi. Perawat harus mampu memberikan arahan singkat dan jelas, kepada pasien, keluarga dan tim keperawatan agar asuhan keperawatan dapat dilaksanakan secara komprehensif.

Pada saat berkomunikasi dengan pasien, perawat perlu hadir secara fisik dan psikis/mental. Oleh kerena itu, sikap dan penempilan perawat saat berkomunikasi sangat penting. Beberapa cara menghadirkan diri secara fisik saat perawat berkomunikasi dengan pasien atau l;awan bicara adalah sebagai berikut:
a.       Berhadapan, arti dari posisi ini adalah “saya siap mendengar saudara”.
b.      Mempertahankan kontak mata pada level yang sama, berarti menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c.       Membungkuk ke arah pasien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu dari pasien.
d.      Memperlihatkan sikap terbuka, tidak melipat tangan atau kaki menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu.
e.       Tetap rileks, tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

Kehadiran secara psikis/mental dibagi dalam dua dimensi, yaitu dimensi respons dan dimensi tindakan.
Dimensi respons
Keikhlasan. Perawat ikhlas dalam memberikan pelayanan, terbuka, jujur, berperan aktif dalam berhubungan dengan pasien.
Menghargai. Perawat menerima pasien apa adanya, tidak menekan, memarahi, mengkritik atau merendahkan pasien. Sikap menghargai dapat dilakukan perawat dengan duduk dian bersama pasien yang sedang sakit, tidak mendesak pasien untuk memberikan informasi yang dirahasiakan pasien.
Empati. Ikut merasakan apa yang dirasakan pasien, namun tidak terlibat secara emosional. Contoh, bila pasien menangis, perawat hendaknya tidak larut dalam emosinya sehingga turut menangis.
Kongkret/nyata, yaitu menggunakan istilah yang dapat dimengerti pasien, agar tidak menimbulkan keraguan.


Dimensi tindakan:
Konfrontasi. Adalah ekspresi perawat terhadap perilaku pasien yang kurang tepat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap perilaku dan sikapnya yang kurang tepat itu. Namun, untuk melakukan hal tersebut perawat perlu melihat sejauh mana sudah terbiana tingkat hubungan perawat dan pasien. Apabila rasa saling percaya sudah terbina dengan baik, maka konfrontasi akan membantu mengubah perilaku pasien. Sebaliknya, bila belum terbina, perawat harus berhati-hati melakukan konfriontasi agar tidak menyinggung pasien. Contoh, konfrontasi dilakukan apabila ada:
·         Ketidaksesuaian antara verbal dan non-verbal pasien
·         Ketidaksesuaian antara ekspresi edeal diri pasien
·         Ketidaksesuaian antara pengalaman pasien dan perawat

Kesegaran. Perawat harus sensitive terhada kebutuhan pasien, sesegera mungkin berkeninginan untuk menolong  pasien.
Keterbukaan perawat. Perawat membuka diri melalui pengalaman penyelesaian masalah secara adaptif yang member keuntungan kepada pasien. Tukar pengalaman ini memberikan kerjasama antara perawat dan pasien.
Katarsis emosional. Perawat membantu kesiapan pasien untuk dapat mengekspresikan ketakutan maupun kecemasan yang sangat mengganggu dirinya. Jika perawat bersikap bersahabat dan menciptakan suasana yang nyaman, pasien dapat meningkatkan kesadarannya untuk menerima dirinya.
Bermain peran. Yaitu mempraktekkan perilaku yang positif dalam lingkun gan yang aman, untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap situasi tertentu.







B. Roleplay

Asslm...kami dari kelompok 10 akan menampilkan rolepaly mengenai komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat terhadap pasiennya.Roleplay ini akan dimainkan oleh :
Pasien                  : Muhammad Riduan
Perawat               : Monicha Edita Prima
Keluarga Pasien   : M. Reza Azmei
Leader                 : Janiati
Pasien tiba di rumah sakit Medika tadi pagi sekitar jam 03:00 dan diinapkan sementara di ruangan Unit Gawat Darurat.Pagi ini pasien dipindahkan ke ruangan Melati no.7,pasien ini bernama Bapak Riduan Burhanuddin,berumur 45 tahun.Dari pemeriksaan yang dilakukan pasien ini mengalami demam yang sangat tinggi dan timbul bercak-bercak merah di kulitnya. Pasien didiagnosa menderita DBD (Demam Berdarah ).Pasien ini masih mampu memberi respon terhadap setiap stimulus yang diberikan kepadanya, baik berupa respon berbicara maupun gerak tubuhnya.Berikut ini kami akan menampilkan roleplaynya.

Perawat                       : “Assalammuala’ikum....”.
 (sambil tersenyum).
Keluarga                      : “Wa’alaikumsalam.....”.
                                       (Pasien diam dan terlihat lemah )
Perawat                       : “Perkenalkan nama saya suster Monika...(sambil tersenyum)”.
 “Saya akan membantu bapak selama berada di rumah sakit ini”.
 “Oh...iya Pak untuk mempermudah dan memperlancar proses
 pengobatan Bapak disini, boleh saya tahu nama Bapak siapa...?”
 (sambil tersenyum).
Pasien                          :( Pasien hanya diam....sambil meringis)
Keluarga                      : “Namanya Pak Ridwan Burhanudin”.
                                     (sambil tersenyum ramah...).
Perawat                       : “Bapaknya senang dipanggil apa?”
Pasien                          : ( Pasien tidak menjawab...)
Keluarga                      : “Bapak biasanya dipanggil Pak Ridwan...Sus...”.
Perawat                       : “Oh....Kalau begitu saya panggil Pak Ridwan saja ya...”.
                                      (sambil tersenyum ramah)....
Pasien                          : ( Pasien mengangguk...)
Perawat                       : “Hmm...Mas ini siapanya Pak Ridwan...?”
Keluarga                      : “Oh saya anaknya Sus...”.
                                     (sambil tersenyum...).
Perawat                         : “Hmm..Terima kasih atas informasinya Pak, dengan tahu siapa nama Bapak, Jadi saya enak memanggil Bapak...”.
                                      “Pak, Bapak sekarang berada di Rumah Sakit Medika Ruangan Melati No.7, semoga bapak merasa nyaman selama disini....”.
(sambil tersenyum....). 
Pasien                          : (Pasien tersenyum....).
Keluarga                      : “Iya, Sus...”.
                                     (sambil tersenyum ramah...).
Perawat                       : “Permisi Pak, saya mau bertanya sebelum Bapak masuk 
                                      rumah sakit apa keluhan-keluhan yang bapak rasakan.....?”
                                     (Perawat mulai mengintrogasi....).
Pasien                          : “Saya sering menggigil, Panasnya tinggi...Sus...!”
                                     (wajah pasien memelas dan berbicara dengan nada rendah )
Keluarga                     : “Iya. Sus....Kemarin. Panasnya sangat tinggi dan kulit Bapak mulai timbul seperti bercak-bercak merah”. (wajah keluarga kelihatan khawatir).
Perawat                       : “Oh....Sejak kapan bapak mulai demam panas..?” dan suka menggigil.....?” (perawat empati......).
Pasien                          : “Tiga hari yang lalu...Sus...!”
                                     (suara pasien parau.....).
Keluarga                      : “Tapi, demam panasnya yang tinggi baru kemarin Sus....”.
                                     (keluarga kelihatan khawatir...).
Perawat                       : “Menurut Bapak apa yang menyebabkan Bapak suka menggigil dan upaya apa saja yang telah Bapak lakukan untuk mengurangi rasa menggigil Bapak itu”. (Perawat kelihatan serius...).
Pasien                          : “Saya merasa dingin...sekali Sus..., tapi tidak tahu apa sebabnya.”
                                      (Pasien merintih....).
Keluarga                     : “Selama di rumah, Bapak hanya meminum obat penurun panas biasa...Sus...”. (keluarga berusaha menjelaskan....).
Perawat                       : “Pak untuk mengetahui keluhan-keluhan yang bapak rasakan...,  saya akan melakukan pengukuran suhu tubuh dan tekanan darah bapak....!” (Perawat menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan....).
Pasien                          : (Pasien hanya menganggukkan kepala...).
Perawat                       : “Bapak tenang saja ya pak, selama saya periksa....!”
                                      (Perawat menyiapkan alat....).“Permisi  ya... Pak saya mau mengukur suhu tubuh bapak dulu!” (sambil tersenyum ramah kepada pasien....). “Bapak mau melakukan sendiri atau saya bantu Pak....?” (Perawat sambil memegang alat....).
Pasien                          : “Maaf saya dibantu saja Sus...!”
                                      (Pasien kelihatan lemah hampir tidak berdaya.... ).
Perawat                       : “Baiklah.... Pak”.(Perawat tersenyum.....). (Beberapa menit kemudian......).
Perawat                       : “Hmm.... baiklah pak saya sudah melakukan pengukuran suhu  tubuh Bapak”.  “ Sekarang kita periksa tekanan darah Bapak ya!” (sambil mempersiapkan tensi.....).
Pasien                          : “Baiklah ....Sus...”.
                                     (Beberapa menit kemudian....).
Perawat                       : “Baiklah Pak ternyata suhu tubuh Bapak 40*C dan tekanan darah  Bapak 70/60mmHg”. (Perawat menerangkan kepada keluarga dan pasien....).
Keluarga                      : “Jadi, Bapak sakit apa ya...Sus...?”
                                      “Jadi, bagaimana pengobatannya .....Sus...?”
                                      (keluarga kelihatan panik sekali....).
Perawat                       : “Mas tenang saja, karena saya belum konsultasi dengan dokternya, jadi saya belum tahu penyakitnya. (Perawat menenangkan pasien dan keluarga....).
Pasien & Keluarga      : “Terima kasih....Sus...”.
                                     (Pasien dan keluarga menjawab serentak...)
Keluarga                      : “Jadi apa yang harus kami lakukan Sus?”
                                      (wajah keluarga memelas.....).
Perawat                       : “Begini saja mas....,karena obatnya belum diambil, kita kompres  Bapaknya dulu ya....untuk menurunkan panasnya....!”    (Perawat mempersiapkan alat......).
                                     “Maaf ....Pak saya kompres dulu ya....!”
                                     (Perawat mengompres pasien.....). “Mas....bisa tolong saya...?”  “Selama saya pergi mas....kompres dulu ya....Bapaknya...!” “Seperti ini ya....mas kompresnya....!” (Perawat memperagakan cara mengompres kepada keluarga   pasien....). “Coba mas....lakukan....!” (sambil tersenyum....).
Keluarga                      : “Begini ya....Sus...?”
                                     (Keluarga kelihatan sudah mengerti.....).
Perawat                       : “Iya....Mas nanti kalau kompresnya sudah kering nanti celupkan  lagi ya waslapnya...!” (Beberapa menit kemudian.....). “Bagaimana keadaan Bapak setelah di kompres....?”
                                      “Apa Bapak merasa lebih enakan.....?”
Pasien                          : “Masih sama....Sus....!”
                                      (Pasien kelihatan lemah.....).
Perawat                       : “Baiklah Pak.....saya ukur lagi ya suhu tubuh Bapak...!”
                                      (Perawat mempersiapkan alat...).
Pasien                          : “Iya.....Sus...!”
                                      (Pasien kelihatan....pasrah....).
Perawat                       : “Oh.....iya...Pak mau saya bantu lagi atau Bapak sendiri yang  mengukurnya?”      (sambil tersenyum...ramah...).
Pasien                          : “Dibantu saja...Sus...!” (suara pasien parau.....).
Perawat                       : “Baiklah.....Pak saya ukur ya.....!” (Beberapa menit kemudian....). “Pak....suhu tubuh Bapak belum ada perubahan”.”Mas....kompres terus Bapaknya seperti yang saya ajarkan tadi ya....!” “Maaf.....Pak saya tinggal dulu ya....sekitar 1 jam lagi saya kembali”. ”Mas....tolong di jaga ya Bapaknya....! ”Nanti saya lihat perubahan suhu tubuh Bapak dan tindakan apa yang tepat untuk Bapak”.
Pasien & keluarga       : “Iya....Sus...”.
                                      (Pasien dan keluarga menjawab serentak.....).
Perawat                       : “Saya permisi dulu ya....Pak....”.
                                      “Sampai jumpa nanti.....Assalammuala’ikum....”.
                                      (Sambil tersenyum.....ramah).


                                   
                           






BAB III
PENUTUP



a. Kesimpulan
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau proses pemberian arti sesuatu antara dua orang atau lebih dan lingkungannya bisa melalui simbol, tanda, atau perilaku yang umum dan biasanya terjadi dua arah.
Komunikasi menjadi penting dan perlu dipahami oleh perawat karena merupakan tolak ukur dalam mutu pelayanan keperawatan. Rendahnya komunikasi yang baik dan efektif dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam mempersepsikan yang berdampak pada tingginya konflik antar tenaga kesehatan dan ketidakpuasan dari pelanggan baik internal maupun eksternal. Yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya mutu pelayanan keperawatan yang diberikan.
Komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang direncanakan secara sadar untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik sangat penting dalam praktik keperawatan, karena merupakan sarana untuk membina hubungnan yang terapeutik antara perawat dengan pasien.

b. Saran
Sebagai seorang perawat sudah seharusnya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, baik dengan komunikasi verbal maupun nonverbal agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mempersepsikan suatu tindakan.


 
DAFTAR PUSTAKA

http//:www.welcometoharna’sworld.com
http//:www.welcometoandyca’sweb.com
http//:www.nursingdiary.com


Followers

Search

 

© 2013 Kumpulan Makalah dan Artikel. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top