Minggu, 25 September 2011

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

04.36

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting,karena dengan adanya komunikasi kita dapat memperoleh atau bertukar informasi.Dalam dunia keperawatan komunikasi merupakan inti,yang merupakan landasan dalam membina hubungan perbantuan agar proses keperawatan dapat tercapai.Ada dua bentuk komunikasi yang kita kenal yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal.
Dalam melakukan interaksi,kitajuga mengenal komunikasi terapeutik.Komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang direncanakan secara sadar untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien (Suliswati,2005).
Komunikasi terapeutik merupakan hal yang utama dalam perawatan klien,bahkan dalam keperawata jiwa.Dengan adanya komunikasi terapeutik diharapkan dapat membantu memperbaiki masalah klien secara berangsur-angsur.
Pasien jiwa yang mengalami isolasi social yaitu menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah sangat memerlukan perawatan untuk perbaikan dirinya. Dalam kasus ini komunikasi terapeutik sangat diperlukan agar pasien dapat merubah dirinya menjadi seseorang yang lebih terbuka dan bersosialisasi terhadap lingkungan tanpa ada rasa harga diri rendah.komunikasi verbal dan nonverbal juga memilki peranan yang cukup besar dalam hal ini.
Kali ini kami akan membahas seberapa besar pengaruh komunikasi terapeutik terhadap pasien.
B. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh komunikasi terapeutik terhadap fisik dan  psikis pasien yang ada di rumah sakit.
BAB II
KOMUNIKASI TERAPEUTIK

A.    Teori

Sebagaimana yang telah dijelaskan pada BAB I bahwa komunikasi merupakan hal yang sangat penting,karena dengan adanya komunikasi kita dapat memperoleh atau bertukar informasi.Dalam dunia keperawatan komunikasi merupakan inti,yang merupakan landasan dalam membina hubungan perbantuan agar proses keperawatan dapat tercapai.
Dalam hal ini kita membahas mengenai salah satu jenis komunikasi yang digunakan dalam proses keperawatan yaitu komunikasi terapeutik. Komunikasi terapeutik merupakan salah satu bentuk komunikasi yang direncanakan secara sadar untuk membantu penyembuhan / pemulihan pasien (Suliswati, 2005).Komunikasi terapeutik sangat penting dalam praktik keperawata, karena merupakan sarana untuk membina hubungan yang terapeutik antara perawat dan pasien.Dalam membina hubungan yang terapeutik dengan pasien, perawat perlu mengrtahui dan memahami proses komunikasi, prinsip – prinsip komunikasi terapeutik, serta pemanfaatan diri sendiri secara terapeutik.Komunikasi terapeutik tidak hanya berlangsung secara verbal,tetapi juga secara nonverbal, karena pesan nonverbal dapat mempengaruhi hubungan perawat-pasien selama komunikasi berlangsung,antara lain vocal,gerakan,jarak bicara dan sentuhan.
Peran non-verbal dalam komunikasi:
Vocal                   Nada suara, keras/lembut suara, kecepatan suara serta mutu suara, dapat menggambarkan emosi pasien.
Gerakan               Gerakan refleks seperti memainkan tangan, gerakan yang berulang atau gerakan aneh, sikap tubuh, khususnya ekpresi wajah, dapat menggambarkan suasana perasaan.
Jarak bicara          Jarak untuk melakukan komunikasi yang cukup dekat/intim, sehingga memungkinkan terjadinya kontak mata atau sentuhan, adalah 45,5 cm. Jarak untuk melakukan komunikasi personal secara umum adalah 45,5 – 120 cm.
Sentuhan             Sentuhan merupakan komunikasi non-verbal yang sangat bermakna dalam hubungan terapeutik antara perawat dan pasien, khususnya untuk memberikan dorongan mental maupun aspek budaya dan kebiasaan perlu dipertimbangkan.

Dalam menangapi pesan yang disampaikan pasti, ada beberapa teknik komunikasi terapeutik yang perlu dikuasai  dan digunakan oleh perawat, yaitu:
a)      Diam
Diam pada teknik komunikasi terapeutik bukan berarti menciptakan suatu keadaan yang hening, melainkan dimana perawat memberikan kesempatan pada pasien untuk mengutarkan pikirannya, agar dapat mempertimbangkan atau memilih topic pembicaraan.Diam yang positif dan penuh penerimaan merupakan media terapeutikyang sangat berharga, karena mendorong pasien untuk berbicara, mencurahkan seluruh pikiran dan perasaannya, dan memberikan kesempatan kepada pasien untuk merasakan bahwa dirinya diterima seutuhnya.

b)      Mendengarkan
Mendengarkan merupakan dasar utama komunikasi, karena dengan mendengarkan perawat dapat memahami pembicaraan dan perasaan pasien. Beri waktu kepada pasien untuk mengekspresikan perasaannya. Jadilah pendengar yang baik, dengan sekali-kali memberikan respon.

c)      Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan terbuka dapat  mengarahkan atau memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya terhadap situasi batau masalah yang sedang dihadapinya. Contoh : “ Apa yang ingin ibu bicarakan hari ini ?, ceritakan lebih lanjut apa yang ibu pikirkan tentang hal ini ?, .Bentuk pertanyaan ini memungkinkan pasien menjawab dangan lebih luas, tidak sekedar jawaban “ya” atau “tidak “ dan sebagainya.

d)     Mengulangi
Mengulangi isi pikiran atau ungkapan pasien untuk memperjelas arti pesanyang disampaikan pasien. Halinimenunjukan  bahwa perawat memperhatikan dan mengikuti pembicaraan pasien, contoh :
Pasien : “ saya dianggap lalat barangkali ya, dokter tidak pernah datang,perawatnya hanya lewat-lewat saja “
Perawat : “bapak merasa tidak diperhatikan, ya ‘
e)      Klarifikasi
Klarifikasi dilakukan jika ungkapan pasien tidak jelas. Contoh , “Dapatkah ibu jelaskan kembali tentang……(sesuatu yang kurang jelas).

Beberapa hal yang menghambat komunikasi :

  1. Menunjukkan perasaan marah, resah, gelisah, tidak sabar atau kurang dapat mengendalikan diri
  2. Menunjukkan kesibukan, tidak mempunyai waktu mendengarkan keluhan pasien
  3. Menggunakan kalimat yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan latar belakang pasien
  4. Memberikan komentar yang bersifat klise seperti “semua baik, nanti juga sembuh”
  5. Memberikan informasi yang tidak relevan, menghakimi, mengalihhkan
  6. Mengabaikan perasaan pasien
  7. Situasional : ruangan yang rebut, banyak gangguan dan jarak bicara yang terlalu dekat/jauh
  8. Cacat fisik : tuli, kesulitan bicara
  9. Cacat psikis : kurang konsentrasi dan perhatian, tingkat daya piker dan intelegensia yang rendah
  10. Perbedaan pengalaman, kebudayaan dan status social
  11. Sikap: tidak menatap lawan bicara, terburu-buru atau mencibir

Lingkungan Terapeutik
Lingkungan terapeutik adalah lingkungan yang ditata untuk menunjang proses terapi, baik fisik, psikis/mental maupun social,agar membantu penyembuhan dan/atau pemulihan pasien. Dalam upaya menciptakan lingkungan yang terapeutik ada 5 aspek yang perlu diperhatikan yaitu aspek fisik, aspek intelektual, aspek social, aspek emosional, dan aspek spiritual.
Aspek fisik. Ciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman: gedung permanen, mudah dijangkau; dilengkapi dengan kamar tidur, ruang tamu/tunggu, ruang makan, kamar maqndi dan WC. Semua ruangan hendaknya disiapkan agar menyenangkan. Hal-hal yang sifatnya pribadi (prifasi) dan pasien harus tetap dipelihara. Kamar mandi dan WC harus dilengkapi dengan pintu sebagaimana layaknya rumah tinggal.
Struktur dan tatanan dalam gedung sebaiknya dirancang sesuai dengan kondisi dan jenis penyakit serta tingkat perkembangan pasien. Misalnya, ruang anak dirancang berbeda dengan ruang dewasa maupun lansia. Demikian pula ruang untuk kondisi akut berbeda dengan ruang perawatan intensif atau ruang ICCU.
Aspek intelektual. Kenyataan bahwa tinggkat intelektual pasien dapat ditentukan melalui kejelasan stimulus dari lingkungan dan sikap perawat, perawat diharapkan dapat memberikan stimulus eksternal yang positif, agar pasien dapat memperluas kesadaran dirinya, keadaan dan peran sakitnya.
Aspek sosial. Perawat harus mengembangkan pola interaksi yang positif, baik antara perawat dengan perawat, perawat dengan pasien, perawat dengan keluarga pasien maupun antara sesama pasien. Dalam berhubungan dengan orang lain, baik dengan perawat maupun dengan pasien lain, pasien diharapkan mengembangkan suatu hubungan interpersonal yang menyenangkan, agar mengurangi konflik intra-fisik yang akan menguatkan fungsi ego pasien. Untuk dapat melaksanakan interaksi yang baik, perawat harus memiliki kemampaun yang baik untuk berkomunikasi. Oleh karena itu penggunaan teknik komunikasi yang tepat akan sangat berperan untuk menciptakan hubungan yang terapeutik antara perawat dan pasien.
Aspek emosional. Aspek fisik, intelektual dan sosial mempengaruhi suasana emosional pasien. Dalam menciptakan iklim emosional yang positif, perawat maupun tim kesehatan yang lain dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien harus dapat memperlihatkan sikap nyang tulus, jujur/dapat dipercaya, hangat, tidak defensif, empati, peka tehadap perasaan dan kebutuhan pasien, serta bersikap spontan untuk membantu memenuhi kebutuhan pasien.
Aspek spiritual.tingkatkan kualitas spiritual lingkungan yang ditunjuk untuk memaksimalkan manfaat dari penglaman, pengobatan dan perasaan damai bagi pasien. Pemenuhan kebutuhan spiritual dapat dilakukan dengan menyediakan sarana ibadah seperti tempat ibadah, kitab suci, ahli agama dan sebagainya. Dengan memberikan penguatan terhadap perilaku positif pasien akan meningkatkan harga diri pasien.

Karakteristik Umum Lingkungan Terapeutik
Lingkungan terapeutik mempunyai beberapa karakteristik umum yaitu distribusi kekuatan, komunikasi terbuka, struktur interaksi, aktivitas/kegiatan, dan partisipasi keluarga dan masyarakat.

     Distribusi kekuatan
     Perawat, anggota tim kesehatan yang lain dan pasien, diharapkan dapat bekerja sama untuk melengkapi data yang dibutuhkan, berbagi tanggung jawab, serta kerja sama untuk membuat keputusan. Dengan demikian pasien memperoleh otonomi untuk membuat keputusan bagi proses penyembuhannya.


     Komunikasi terbuka
     Komunikasi terbuka yang dilandasi saling percaya dan kejujuran diantara perawat dan tim kesehatan yang lain sangat penting dalam pelayanan perawatan. Setiap data/informasi mengenai pasien maupun keluarga untuk menetapkan suatu kepetusan hendaknya hanya ditujukan demi kesembuhan pasien.

     Struktur interaksi
     Perawat professional diharapkan mampu memfasilitasi interaksi terapeutik dengan memperlihatkan sikap bersahabat; bertutur kata yang lembut, jelas tetapi tegas; tidak depensif; penuh perhatian, peka terhadap kebutuhan pasien; mampu memotifasi pasien untuk berinteraksi dengan pasien lain, saling berbagi rasa dan pengalaman, yang akan membantu pasien untuk dapat menerima perawatan dan pengobatan yang diberikan.

     Aktivitas/kegiatan
     Pasien yang dirawat di rumah sakit sering mempunyai perasaan kesepian, tidak berarti, diasingkan/dikucilkan, tidak mandiri/tergantung dan ada keterbatasan hubungan dengan dunia luar. Oleh karena itu perawat hendaknya dapat mengisi pengwaktu luang pasien dengan melibatkan pasien dalam aktivitas lingkungan sesuai dengan minat, kemampuan dan tingkat perkembangannya. Misalnya, sebelum menetapkan kegiatan apa yang akan dilakukan, perawat bersama pasien mengidentifikasi kegiatan apa yang dapat dilakukan pasien sebagai pengisi waktu luangnya, seperti membaca majalah, buku pelajaran bagi siswa/pelajar/mahasiswa, berjalan pagi, menyulam, melakukan kegiatan sehari-hari,berbagi pikiran dan perasaan dengan sesama pasien yang dilakukan bersama perawat. Tujuannya adalah menggali pikiran dan perasaan pasien tentang apa yang terjadi di lingkungannya. Perawat dan pasien dapat bersama-sama berupaya untuk menciptakan lingkungan yang terapeutik yang akan membantu proses perawatan, pengobatan dan penyembuhan pasien.

     Partisipasi keluarga dan masyarakat
     Peran serta keluarga sangat penting untuk penyembuhan pasien, karena keluarga merupakan system pendukung yang terdekat bagi pasien. Keluarga agar selalu dilibatkan dalam perencanaan, perawatan dan pengobatan, persiapan pemulangan pasien, dan rencana perawatan tindak lanjut di rumah. Hal ini akan memotivasi keluarga agar berpartisifasi aktif dalam upaya membantu memecahkan masalah pasien.

     Peran perawat dalam lingkungan terapeutik
     Seorang perawat dalam memenuhi kebutuhan pasien akan memberikan asuhan perawatan atas dasar identifikasi masalah, baik kebutuhan fisik maupun emosional. Perawat yang berperan sebagai “mothering care” tidak hanya memenuhi kebutuhan pasien saja, tetapi juga memfasillitasi pasien agar mengembangkan kemampuan baru untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan demikian dia dapat memahami dan menerima situasi yang sedang dialaminya dan termotifasi untuk mengubah perilaku destruktif dan konstuktif. Perawat juga membantu pasien untuk mengenal batasan dan menerima risiko akibat perilakunya. Contohnya, pasien menolak untuk meminum obat atau menjalani pemeriksaan tertentu. Maka perawat harus menjelaskan manfaat pengobatan maupun pemeriksaan tersebut dan konsekuensi akibat penolakan yang dilakukan.
     Perawat memperlakukan pasien sebagai individu yang unik, sehingga dalam memberikan asuhan keperawatan ia harus memperhatikan kondisi dan tingkat perkembangan pasien. Sebagai seorang perencana sebelum memberikan asuhan keperawatan, ia terlebih dahulu harus melakukan pengkajian untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kondisi pasien dan situasi ruangan yang dibutuhkan. Sebagai seorang coordinator perawat harus dapat mengatur dan mengorganisasi semua kegiatan, supaya semua yang direncanakan dapat dilaksanakan dan dievaluasi. Perawat harus mampu memberikan arahan singkat dan jelas, kepada pasien, keluarga dan tim keperawatan agar asuhan keperawatan dapat dilaksanakan secara komprehensif.

Pada saat berkomunikasi dengan pasien, perawat perlu hadir secara fisik dan psikis/mental. Oleh kerena itu, sikap dan penempilan perawat saat berkomunikasi sangat penting. Beberapa cara menghadirkan diri secara fisik saat perawat berkomunikasi dengan pasien atau l;awan bicara adalah sebagai berikut:
a.       Berhadapan, arti dari posisi ini adalah “saya siap mendengar saudara”.
b.      Mempertahankan kontak mata pada level yang sama, berarti menghargai pasien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
c.       Membungkuk ke arah pasien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu dari pasien.
d.      Memperlihatkan sikap terbuka, tidak melipat tangan atau kaki menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi dan siap membantu.
e.       Tetap rileks, tetap dapat mengendalikan keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respons kepada pasien, meskipun dalam situasi yang kurang menyenangkan.

Kehadiran secara psikis/mental dibagi dalam dua dimensi, yaitu dimensi respons dan dimensi tindakan.
Dimensi respons
Keikhlasan. Perawat ikhlas dalam memberikan pelayanan, terbuka, jujur, berperan aktif dalam berhubungan dengan pasien.
Menghargai. Perawat menerima pasien apa adanya, tidak menekan, memarahi, mengkritik atau merendahkan pasien. Sikap menghargai dapat dilakukan perawat dengan duduk dian bersama pasien yang sedang sakit, tidak mendesak pasien untuk memberikan informasi yang dirahasiakan pasien.
Empati. Ikut merasakan apa yang dirasakan pasien, namun tidak terlibat secara emosional. Contoh, bila pasien menangis, perawat hendaknya tidak larut dalam emosinya sehingga turut menangis.
Kongkret/nyata, yaitu menggunakan istilah yang dapat dimengerti pasien, agar tidak menimbulkan keraguan.


Dimensi tindakan:
Konfrontasi. Adalah ekspresi perawat terhadap perilaku pasien yang kurang tepat. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap perilaku dan sikapnya yang kurang tepat itu. Namun, untuk melakukan hal tersebut perawat perlu melihat sejauh mana sudah terbiana tingkat hubungan perawat dan pasien. Apabila rasa saling percaya sudah terbina dengan baik, maka konfrontasi akan membantu mengubah perilaku pasien. Sebaliknya, bila belum terbina, perawat harus berhati-hati melakukan konfriontasi agar tidak menyinggung pasien. Contoh, konfrontasi dilakukan apabila ada:
·         Ketidaksesuaian antara verbal dan non-verbal pasien
·         Ketidaksesuaian antara ekspresi edeal diri pasien
·         Ketidaksesuaian antara pengalaman pasien dan perawat

Kesegaran. Perawat harus sensitive terhada kebutuhan pasien, sesegera mungkin berkeninginan untuk menolong  pasien.
Keterbukaan perawat. Perawat membuka diri melalui pengalaman penyelesaian masalah secara adaptif yang member keuntungan kepada pasien. Tukar pengalaman ini memberikan kerjasama antara perawat dan pasien.
Katarsis emosional. Perawat membantu kesiapan pasien untuk dapat mengekspresikan ketakutan maupun kecemasan yang sangat mengganggu dirinya. Jika perawat bersikap bersahabat dan menciptakan suasana yang nyaman, pasien dapat meningkatkan kesadarannya untuk menerima dirinya.
Bermain peran. Yaitu mempraktekkan perilaku yang positif dalam lingkun gan yang aman, untuk meningkatkan kesadaran pasien terhadap situasi tertentu.







B. Roleplay

Asslm...kami dari kelompok 10 akan menampilkan rolepaly mengenai komunikasi terapeutik yang dilakukan perawat terhadap pasiennya.Roleplay ini akan dimainkan oleh :
Pasien                  : Muhammad Riduan
Perawat               : Monicha Edita Prima
Keluarga Pasien   : M. Reza Azmei
Leader                 : Janiati
Pasien tiba di rumah sakit Medika tadi pagi sekitar jam 03:00 dan diinapkan sementara di ruangan Unit Gawat Darurat.Pagi ini pasien dipindahkan ke ruangan Melati no.7,pasien ini bernama Bapak Riduan Burhanuddin,berumur 45 tahun.Dari pemeriksaan yang dilakukan pasien ini mengalami demam yang sangat tinggi dan timbul bercak-bercak merah di kulitnya. Pasien didiagnosa menderita DBD (Demam Berdarah ).Pasien ini masih mampu memberi respon terhadap setiap stimulus yang diberikan kepadanya, baik berupa respon berbicara maupun gerak tubuhnya.Berikut ini kami akan menampilkan roleplaynya.

Perawat                       : “Assalammuala’ikum....”.
 (sambil tersenyum).
Keluarga                      : “Wa’alaikumsalam.....”.
                                       (Pasien diam dan terlihat lemah )
Perawat                       : “Perkenalkan nama saya suster Monika...(sambil tersenyum)”.
 “Saya akan membantu bapak selama berada di rumah sakit ini”.
 “Oh...iya Pak untuk mempermudah dan memperlancar proses
 pengobatan Bapak disini, boleh saya tahu nama Bapak siapa...?”
 (sambil tersenyum).
Pasien                          :( Pasien hanya diam....sambil meringis)
Keluarga                      : “Namanya Pak Ridwan Burhanudin”.
                                     (sambil tersenyum ramah...).
Perawat                       : “Bapaknya senang dipanggil apa?”
Pasien                          : ( Pasien tidak menjawab...)
Keluarga                      : “Bapak biasanya dipanggil Pak Ridwan...Sus...”.
Perawat                       : “Oh....Kalau begitu saya panggil Pak Ridwan saja ya...”.
                                      (sambil tersenyum ramah)....
Pasien                          : ( Pasien mengangguk...)
Perawat                       : “Hmm...Mas ini siapanya Pak Ridwan...?”
Keluarga                      : “Oh saya anaknya Sus...”.
                                     (sambil tersenyum...).
Perawat                         : “Hmm..Terima kasih atas informasinya Pak, dengan tahu siapa nama Bapak, Jadi saya enak memanggil Bapak...”.
                                      “Pak, Bapak sekarang berada di Rumah Sakit Medika Ruangan Melati No.7, semoga bapak merasa nyaman selama disini....”.
(sambil tersenyum....). 
Pasien                          : (Pasien tersenyum....).
Keluarga                      : “Iya, Sus...”.
                                     (sambil tersenyum ramah...).
Perawat                       : “Permisi Pak, saya mau bertanya sebelum Bapak masuk 
                                      rumah sakit apa keluhan-keluhan yang bapak rasakan.....?”
                                     (Perawat mulai mengintrogasi....).
Pasien                          : “Saya sering menggigil, Panasnya tinggi...Sus...!”
                                     (wajah pasien memelas dan berbicara dengan nada rendah )
Keluarga                     : “Iya. Sus....Kemarin. Panasnya sangat tinggi dan kulit Bapak mulai timbul seperti bercak-bercak merah”. (wajah keluarga kelihatan khawatir).
Perawat                       : “Oh....Sejak kapan bapak mulai demam panas..?” dan suka menggigil.....?” (perawat empati......).
Pasien                          : “Tiga hari yang lalu...Sus...!”
                                     (suara pasien parau.....).
Keluarga                      : “Tapi, demam panasnya yang tinggi baru kemarin Sus....”.
                                     (keluarga kelihatan khawatir...).
Perawat                       : “Menurut Bapak apa yang menyebabkan Bapak suka menggigil dan upaya apa saja yang telah Bapak lakukan untuk mengurangi rasa menggigil Bapak itu”. (Perawat kelihatan serius...).
Pasien                          : “Saya merasa dingin...sekali Sus..., tapi tidak tahu apa sebabnya.”
                                      (Pasien merintih....).
Keluarga                     : “Selama di rumah, Bapak hanya meminum obat penurun panas biasa...Sus...”. (keluarga berusaha menjelaskan....).
Perawat                       : “Pak untuk mengetahui keluhan-keluhan yang bapak rasakan...,  saya akan melakukan pengukuran suhu tubuh dan tekanan darah bapak....!” (Perawat menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan....).
Pasien                          : (Pasien hanya menganggukkan kepala...).
Perawat                       : “Bapak tenang saja ya pak, selama saya periksa....!”
                                      (Perawat menyiapkan alat....).“Permisi  ya... Pak saya mau mengukur suhu tubuh bapak dulu!” (sambil tersenyum ramah kepada pasien....). “Bapak mau melakukan sendiri atau saya bantu Pak....?” (Perawat sambil memegang alat....).
Pasien                          : “Maaf saya dibantu saja Sus...!”
                                      (Pasien kelihatan lemah hampir tidak berdaya.... ).
Perawat                       : “Baiklah.... Pak”.(Perawat tersenyum.....). (Beberapa menit kemudian......).
Perawat                       : “Hmm.... baiklah pak saya sudah melakukan pengukuran suhu  tubuh Bapak”.  “ Sekarang kita periksa tekanan darah Bapak ya!” (sambil mempersiapkan tensi.....).
Pasien                          : “Baiklah ....Sus...”.
                                     (Beberapa menit kemudian....).
Perawat                       : “Baiklah Pak ternyata suhu tubuh Bapak 40*C dan tekanan darah  Bapak 70/60mmHg”. (Perawat menerangkan kepada keluarga dan pasien....).
Keluarga                      : “Jadi, Bapak sakit apa ya...Sus...?”
                                      “Jadi, bagaimana pengobatannya .....Sus...?”
                                      (keluarga kelihatan panik sekali....).
Perawat                       : “Mas tenang saja, karena saya belum konsultasi dengan dokternya, jadi saya belum tahu penyakitnya. (Perawat menenangkan pasien dan keluarga....).
Pasien & Keluarga      : “Terima kasih....Sus...”.
                                     (Pasien dan keluarga menjawab serentak...)
Keluarga                      : “Jadi apa yang harus kami lakukan Sus?”
                                      (wajah keluarga memelas.....).
Perawat                       : “Begini saja mas....,karena obatnya belum diambil, kita kompres  Bapaknya dulu ya....untuk menurunkan panasnya....!”    (Perawat mempersiapkan alat......).
                                     “Maaf ....Pak saya kompres dulu ya....!”
                                     (Perawat mengompres pasien.....). “Mas....bisa tolong saya...?”  “Selama saya pergi mas....kompres dulu ya....Bapaknya...!” “Seperti ini ya....mas kompresnya....!” (Perawat memperagakan cara mengompres kepada keluarga   pasien....). “Coba mas....lakukan....!” (sambil tersenyum....).
Keluarga                      : “Begini ya....Sus...?”
                                     (Keluarga kelihatan sudah mengerti.....).
Perawat                       : “Iya....Mas nanti kalau kompresnya sudah kering nanti celupkan  lagi ya waslapnya...!” (Beberapa menit kemudian.....). “Bagaimana keadaan Bapak setelah di kompres....?”
                                      “Apa Bapak merasa lebih enakan.....?”
Pasien                          : “Masih sama....Sus....!”
                                      (Pasien kelihatan lemah.....).
Perawat                       : “Baiklah Pak.....saya ukur lagi ya suhu tubuh Bapak...!”
                                      (Perawat mempersiapkan alat...).
Pasien                          : “Iya.....Sus...!”
                                      (Pasien kelihatan....pasrah....).
Perawat                       : “Oh.....iya...Pak mau saya bantu lagi atau Bapak sendiri yang  mengukurnya?”      (sambil tersenyum...ramah...).
Pasien                          : “Dibantu saja...Sus...!” (suara pasien parau.....).
Perawat                       : “Baiklah.....Pak saya ukur ya.....!” (Beberapa menit kemudian....). “Pak....suhu tubuh Bapak belum ada perubahan”.”Mas....kompres terus Bapaknya seperti yang saya ajarkan tadi ya....!” “Maaf.....Pak saya tinggal dulu ya....sekitar 1 jam lagi saya kembali”. ”Mas....tolong di jaga ya Bapaknya....! ”Nanti saya lihat perubahan suhu tubuh Bapak dan tindakan apa yang tepat untuk Bapak”.
Pasien & keluarga       : “Iya....Sus...”.
                                      (Pasien dan keluarga menjawab serentak.....).
Perawat                       : “Saya permisi dulu ya....Pak....”.
                                      “Sampai jumpa nanti.....Assalammuala’ikum....”.
                                      (Sambil tersenyum.....ramah).


                                   
                           






BAB III
PENUTUP



a. Kesimpulan
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau proses pemberian arti sesuatu antara dua orang atau lebih dan lingkungannya bisa melalui simbol, tanda, atau perilaku yang umum dan biasanya terjadi dua arah.
Komunikasi menjadi penting dan perlu dipahami oleh perawat karena merupakan tolak ukur dalam mutu pelayanan keperawatan. Rendahnya komunikasi yang baik dan efektif dapat menyebabkan kesalahpahaman dalam mempersepsikan yang berdampak pada tingginya konflik antar tenaga kesehatan dan ketidakpuasan dari pelanggan baik internal maupun eksternal. Yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya mutu pelayanan keperawatan yang diberikan.
Komunikasi terapeutik merupakan suatu bentuk komunikasi yang direncanakan secara sadar untuk membantu penyembuhan/pemulihan pasien. Komunikasi terapeutik sangat penting dalam praktik keperawatan, karena merupakan sarana untuk membina hubungnan yang terapeutik antara perawat dengan pasien.

b. Saran
Sebagai seorang perawat sudah seharusnya memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dalam melaksanakan tindakan keperawatan, baik dengan komunikasi verbal maupun nonverbal agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mempersepsikan suatu tindakan.


 
DAFTAR PUSTAKA

http//:www.welcometoharna’sworld.com
http//:www.welcometoandyca’sweb.com
http//:www.nursingdiary.com


Written by

We are Creative Blogger Theme Wavers which provides user friendly, effective and easy to use themes. Each support has free and providing HD support screen casting.

2 komentar:

 

© 2013 Kumpulan Makalah dan Artikel. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top